Rumah Bubungan Tinggi adalah
salah satu rumah tadisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan.
Konstruksi Rumah Adat Banjar atau rumah ba-anjung dibuat dengan bahan kayu. Faktor alam Kalimantan yang penuh dengan hutan rimba telah memberikan bahan konstruksi yang melimpah kepada mereka, yaitu kayu. Sesuai dengan bentuk serta konstruksi bangunan rumah adat Banjar tersebut maka hanya kayulah yang merupakan bahan yang tepat dan sesuai dengan konstruksi bangunannya.
Catatan :
ciri-cirinya adalah :
a. Atap Sindang Langit tanpa plafon
b. Tangga Naik selalu ganjil
c. Pamedangan diberi Lapangan kelilingnya dengan kandang rasi berukir
a. Atap Sindang Langit tanpa plafon
b. Tangga Naik selalu ganjil
c. Pamedangan diberi Lapangan kelilingnya dengan kandang rasi berukir
Konstruksi Rumah Adat Banjar atau rumah ba-anjung dibuat dengan bahan kayu. Faktor alam Kalimantan yang penuh dengan hutan rimba telah memberikan bahan konstruksi yang melimpah kepada mereka, yaitu kayu. Sesuai dengan bentuk serta konstruksi bangunan rumah adat Banjar tersebut maka hanya kayulah yang merupakan bahan yang tepat dan sesuai dengan konstruksi bangunannya.
Bagian Konstruksi Pokok
Konstruksi pokok dari rumah adat
Banjar dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu :
a.
Tubuh bangunan yang memanjang lurus ke depan, merupakan
bangunan induk.
b.
Bangunan yang menempel di kiri dan kanan disebut anjung.
c.
Bubungan atap yang tinggi melancip disebut Bubungan Tinggi.
d.
Bubungan atap yang memanjang ke depan disebut atap
Sindang Langit
e.
Bubungan atap yang memanjang ke belakang disebut atap
Hambin Awan).
Tubuh bangunan induk yang
memanjang terus ke depan dibagi atas ruangan-ruangan yang berjenjang lantainya.
Ruangan
Ruangan-ruangan yang berjenjang lantainya ialah :
1.
Palatar (pendopo atau teras), ruangan depan yang merupakan
ruangan rumah yang pertama setelah menaiki tangga masuk. Ukuran luas ruangan
ini adalah 7 x 3 meter. Palatar disebut juga Pamedangan.
2.
Panampik Kacil, yaitu ruangan yang agak kecil setelah masuk
melalui Lawang Hadapan yaitu pintu depan. Permukaan lantainya lebih tinggi
daripada lantai palatar. Ambang lantai disini disebut Watun Sambutan. Luas ruangan
ini adalah 7 x 3 meter.
3.
Panampik Tangah yaitu ruangan yang lebih luas dari panampik
kacil. Lantainya juga lebih tinggi dari ruang sebelumnya. Ambang lantai ini
disebut Watun Jajakan.
4.
Panampik Basar atau Ambin Sayup, yaitu ruangan yang
menghadapi dinding tengah (Banjar: Tawing Halat). Permukaan lantainya lebih
tinggi pula dari lantai sebelumnya. Ambang Lantainya disebut Watun Jajakan, sama
dengan ambang lantai pada Panampik Tangah. Luas ruangan 7 x 5 meter.
5.
Palidangan atau Ambin Dalam, yaitu ruang bagian dalam rumah
yang berbatas dengan panampik basar. Lantai palidangan sama tinggi dengan
lantai panampik basar (tapi ada juga beberapa rumah yang membuat lantai panampik
basar lebih rendah dari lantai palidangan). Karena dasar kedua pintu yang ada
di tawing halat tidak sampai ke dasar lantai maka watun di sini disebut Watun Langkahan.
Luas ruang ini 7 x 7 meter. Di dalam ruangan Palidangan ini terdapat
tiang-tiang besar yang menyangga bubungan tinggi (jumlahnya 8 batang).
Tiang-tiang ini disebut Tihang Pitugur atau Tihang Guru.
6.
Panampik Dalam atau Panampik Bawah, yaitu ruangan dalam
yang cukup luas dengan permukaan lantai lebih rendah daripada lantai palidangan
dan sama tingginya dengan permukaan lantai panampik tangah. Ambang lantai ini
disebut pula dengan Watun Jajakan. Luas ruang 7 x 5 meter.
7.
Padapuran atau Padu, yaitu ruangan terakhir bagian belakang
bangunan. Permukaan lantainya lebih rendah pula dari panampik bawah. Ambang
lantainya disebut Watun Juntaian. Kadang-kadang Watun Juntaian itu cukup tinggi
sehingga sering di tempat itu diberi tangga untuk keperluan turun naik. Ruangan
padapuran ini dibagi atas bagian atangan (tempat memasak) dan salaian (tempat mengeringkan
kayu api), pajijiban dan pagaduran (tempat mencuci piring atau pakaian). Luas
ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
Ukuran
Tentang ukuran tinggi, lebar dan
panjang setiap rumah adat Banjar pada umumnya relatif berbeda-beda. Hal ini disebabkan
oleh karena ukuran pada waktu itu didasarkan atas ukuran depa atau jengkal. Ukuran
depa atau jengkal tersebut justru diambil dari tangan pemilik rumah sendiri;
sehingga setiap rumah mempunyai ukuran yang berbeda. Ada
kepercayaan di sana
yang mengatakan bahwa setiap ukuran haruslah dengan hitungan yang ganjil
bilangan ganjil. Penjumlahan ganjil tersebut tidak saja terlihat di dalam hal
ukuran panjang dan lebar, tapi juga sampai dengan jumlah hiasan tangga, anak
tangga, layang-layang puncak dan lain-lain.
Jikalau diukur, maka panjang
bangunan induk rumah adat Banjar pada umumnya adalah 31 meter sedang lebar bangunan
induk adalah 7 meter dan lebar anjung masing-masing 5 meter.
Lantai dari permukaan tanah
sekitar 2 meter yaitu kolong di bawah anjung dan palidangan; sedangkan jarak lantai
terendah rata-rata 1 meter, yaitu kolong lantai ruang palatar. Tata Ruang dan
Kelengkapan Rumah Tradisonal Banjar Tata ruang rumah tradisional Bubungan
Tinggi membedakan adanya tiga jenis ruang yaitu ruang terbuka, setengah terbuka
dan ruang dalam. Ruang terbuka terdiri dari pelataran atau serambi, yang dibagi
lagi menjadi surambi muka dan surambi sambutan. Ruang setengah terbuka diberi
pagar rasi disebut Lapangan Pamedangan. Sedangkan ruang dalam dibagi menjadi
Pacira dan Panurunan (Panampik Kacil), Paluaran (Panampik Basar), Paledangan
(Panampik Panangah) yang terdiri dari Palidangan Dalam, Anjung Kanan dan Anjung
Kiwa, serta Panampik Padu (dapur). Secara ringkas berikut ini akan diuraikan
situasi ruang dan kelengkapannya;
-
Surambi
Di depan
surambi muka biasanya terdapat lumpangan tempat air untuk membasuh kaki. Pada
surambi muka juga terdapat tempat air lainnya untuk pembasuhan pambilasan
biasanya berupa guci.
-
Pamedangan
Ruangan ini
lantainya lebih tinggi, dikelilingi pagar rasi. Biasanya pada ruang ini
terdapat sepasang kursi panjang.
-
Pacira dan
Panurunan (Panampik Kacil)
Setelah masuk
Pacira akan didapatkan tanggui basar dan tanggui kacil di arah sebelah kiri,
sedangkan arah sebelah kanan terdapat pengayuh, dayung, pananjak dan tombak duha.
Di sayap kanan ruangan terdapat gayung, sandal dan terompah tergantung di
Balabat Panurunan. Sebagai perlengkapan penerangan dalam ruangan ini terdapat dua
buah lampu gantung.
-
Paluaran
(Panampik Basar)
Ruangan ini
cukup besar digunakan untuk berbagai kegiatan keluarga dan kemasyarakatan
apabila masih kekurangan ruang Tawing Halat yang memisahkan dengan Palidangan
dapat dibuka. Di bagian tengah di depan Tawing Halat ini terletak bufet. Di
atasnya agak menyamping ke kiri dan ke kanan terdapat gantungan tanduk rusa. Di
tengah ruangan terdapat dua buah lampu gantung. Lantainya diberi lampit dan
kelengkapan bergerak seperti paludahan, kapit dan gelas, parapen, rehal.
-
Palidangan
(Panampik Panangah)
Ruangan ini
terdiri dari Paledangan Dalam dan Anjung Kiwa - Anjung Kanan. Fungsi ruang sama
dengan Paluaran, namun biasanya diperuntukkan bagi kaum wanita. Di sini
terdapat kelengkapan lemari besar, lemari buta, kanap, kendi. Lantainya diberi hambal
sebagai alas duduk.
-
Anjung Kanan -
Anjung Kiwa
Ruang Anjung
Kanan merupakan ruang istirahat yang dilengkapi pula dengan alat rias dan
perlengkapan ibadah. Sedangkan Anjung Kiwa merupakan tempat melahirkan dan
tempat merawat jenazah. Di sini juga di beri perlengkapan seperti lemari,
ranjang, meja dan lain-lain.
-
Padu (dapur)
Di samping untuk tempat perlengkapan masak dan kegiatannya,
ruang padu ini juga digunakan untuk menyimpan bahan makanan. Perlengkapan umum
yang terdapat di dalamnya adalah dapur, rak dapur, pambanyuan, lemari, tajau,
lampit dan ayunan anak. Bentuk arsitektur dan pembagian ruang rumah tradisional
Bubungan Tinggi mempunyai kesamaan prinsip antara satu dengan lainnya, dengan
perbedaan-perbedaan kecil yang tidak berarti. Dari sini dapat dilihat bahwa
rumah tradisional Bubungan Tinggi tersebut mempunyai keterikatan dengan nilai tradisional
masyarakatnya. Jadi meskipun pada awalnya bentuk tersebut dimaksudkan untuk
memenuhi tuntutan fungsi dan adaptasi terhadap lingkungan, tetapi karena sifatnya
yang berulang-ulang kemudian dari bentuk fungsional tersebut berubah menjadi
bentuk yang tradisional.
Catatan :
Bagi anda yang ingin mengetahui lebih banyak adat banjar,
bisa menengoknya di Teluk Selong, kurang lebih 3,2 kilometer dari kota Martapura.
Terdapat dua buah rumah adat banjar yang legendaris. Rumah Adat Banjar Gajah
Baliku dan Bubungan Tinggi. Rumah Adat ini dibangun oleh H.M. Arif dengan
istrinya bernama Hj. Fatimah pada tahun 1811 M.
-oOo-
0 komentar:
Posting Komentar